Berita atau kabar bohong (hoaks) berisi fitnah, ujaran kebencian dan rekayasa peristiwa menakutkan, kini setiap hari mengotori perasaan dan pikiran kita.
Mereka yang menciptakan dan menyebarluaskan berita palsu itu sekarang tidak lagi punya perasaan malu. Menghadapi sebuah kontestasi, seperti pilkada, pileg atau pilpres, berkarib dengan hoaks tampaknya sudah dianggap biasa.
Ironisnya, hoaks kerap dibungkus dengan agama. Kejahatan informasi tersebut dibalut dengan bahasa bernada lemah lembut bernuansa surgawi, namun di balik itu, sang pembuat hoaks sebenarnya mengajak pembacanya menggejolakkan perasaan benci.
Lebih ironis lagi, hoaks semacam itu diproduksi dan didistribusikan secara masal oleh para politikus dan pengikutnya. Hoaks dianggap barang halal padahal sebenarnya haram.
Entah siapa yang memproduksi (semoga polisi bisa segera mengusut dan menangkap pelakunya), beberapa hari lalu beredar surat palsu mengatasnamakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang pemanggilan seorang pejabat tinggi negara oleh KPK.
Bukan tidak mungkin hoaks soal itu tentu sudah ada yang sempat beredar di masyarakat, dan celakanya ada pula yang percaya. Padahal kalau kita mau teliti, kepalsuan surat itu sangat kasat mata, ada kata-kata yang diketik di atas cap/stempel KPK.
Demi kebohongan, para produser hoaks terkadang tidak teliti tatkala memroduksi “barang dagangannya”. Ketidaktelitian itu tak urung membuat banyak orang tertawa geli dan berkomentar,”bodoh kok dipelihara”.
Bagaimana kita tidak tertawa geli, sebab ada meme bergambar seorang calon presiden yang sedang berkampanye menunjukkan jarinya (sesuai nomor urut capres). Namun, setelah diamati dan dihitung, sang capres ternyata punya enam jari.
Kasus hoaks seorang perempuan yang mengaku dianiaya tiga lelaki tak dikenal setelah melakukan sedot lemak di wajahnya beberapa waktu yang lalu — semua rakyat nyaris percaya — juga menjadi “hiburan” tersendiri bagi orang waras di negeri ini.
Saya bisa pahami mengapa hoaks sengaja disebar oleh mereka yang tidak bertanggung jawab dan didukung politisi, sebab mereka berasumsi masyarakat kita superbodoh dan beragama secara buta.
Pasca peristiwa di Garut Jawa Barat tempo hari yang melibatkan organisasi terlarang juga dimanfaatkan mereka yang tidak suka Indonesia damai untuk menebarkan kebencian dengan menyebarkan hoaks dengan bahasa yang seolah-olah rohani.
Berkontestasi mengandalkan hoaks menjelang Pemilu Serentak 2019 berdasarkan pengamatan saya sudah dalam kondisi gawat darurat. Bagaimana tidak gawat darurat jika politik kebohongan dan kebencian jadi menu sehari-hari?
Beralasan jika Presiden Joko Widodo mengaku jengkel melihat fenomena tak beradab itu dan menyebut mereka yang menghalalkan kebohongan, fitnah, SARA dan kebencian dalam berpolitik sebagai politisi sontoloyo.
Wajar jika Presiden Jokowi jengkel, sebab jika politik kebohongan yang kemudian dikemas dengan hoaks dibiarkan dan dianggap biasa, sangat berbahaya bagi relasi di antara kita dan kehidupan berbangsa.
Sejarah mencatat pada 1965 hoaks juga dipakai untuk mendiskreditkan sesama anak bangsa yang dianggap musuh. Bayangkan, hanya dengan bisik-bisik “dia PKI”, orang tak berdosa tidak saja dikucilkan, tapi juga dibunuh. Ada pula yang dipenjara tanpa proses pengadilan.
Politik sadistis seperti itukah yang ingin kita hidupkan di negeri nan indah ini di saat kita memasuki masa kampanye yang seharusnya kita rayakan dengan penuh suka cita?
Saya percaya, jika Anda waras, Anda akan menjawab tidak.
Hoaks, dalam konteks dunia, juga pernah menimbulkan korban nyawa seorang anak remaja tak berdosa bernama George Stinney Jr.
Anak muda keturunan Afrika ini tercatat sebagai manusia termuda yang dijatuhi hukuman mati pada abad ke-20 di Amerika Serikat.
Stinney baru berusia 14 tahun ketika dia dieksekusi di kursi listrik.
Selama persidangan, bahkan pada hari eksekusi, dia selalu membawa Alkitab di tangannya. Dia mengaku tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa atas apa yang didakwakan kepadanya.
Dia dituduh membunuh dua gadis kulit putih, Betty yang berusia 11 tahun, dan Mary 7 tahun. Mayat mereka ditemukan di dekat rumah tempat George Stinney tinggal bersama orang tuanya.
Pada saat itu, semua anggota juri berkulit putih. Sidang berlangsung hanya dua jam, dan hukuman didiktekan 10 menit kemudian.
Orang tua Stinney diancam, dan dilarang hadir di ruang sidang, dan kemudian diusir dari kota itu.
Sebelum dieksekusi, remaja itu menghabiskan 81 hari di penjara tanpa bisa melihat orang tuanya.
Dia ditahan sendirian, 128 km dari kotanya. Dia menangis sendiri tanpa kehadiran orang tuanya, bahkan seorang pengacara.
Stinney dihukum mati dengan disengat listrik di kepalanya.
Selang 70 tahun kemudian, ketidakbersalahannya akhirnya terbukti oleh seorang hakim di South Carolina. Anak lelaki itu tidak bersalah.
Ternyata ada orang yang sengaja mengaturnya dan menyebarkan berita palsu (hoaks) untuk menyalahkan Stinney, hanya karena keluarga mereka berkulit hitam.
Mari kita renungkan, apakah kita masih menganggap bahwa hoaks adalah sesuatu yang biasa dalam upaya memenangkan sebuah kontestasi politik?
Jika Anda masih menganggap memroduksi dan menyebarluaskan hoaks sebagai perbuatan halal, pesan saya saat Anda melakukan aksi jahat itu, tolong lepaskan dulu atribut yang sengaja Anda kenakan di tubuh Anda untuk mengelabui banyak orang bahwa Anda manusia religius. Paham? (MI)

Jumat, 26 Oktober 2018
Home »
» Gawat Darurat Hoaks
Gawat Darurat Hoaks
Related Posts:
Demo Pengemudi Gocar Rusuh, Massa Segel Kantor PT Gojek di Semarang SEMARANG - Unjuk rasa ribuan pengemudi taksi online Gocar di Kota Semarang Jawa Tengah berujung rusuh, Rabu (7/8/2019). Mereka merobohkan pintu pagar kantor PT Gojek Indone… Read More
KPK: OTT Aspidsus Kejati Jateng, Statusnya Resmi Menjadi Tersangka Semarang Pegawai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas perkara dugaan suap dan pemerasan, yang … Read More
BNN MUSNAHKAN 143 KG SABU, 129 RIBU BUTIRPIL EKSTASI DAN 765 GRAM GANJA KERING Jakarta,Koranborgol.com.Kejahatan Narkotika seolah tak pernah surut meski berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Hal ini terbukti dengan diamankannya 143.092,70 gr… Read More
Kapolda Jateng Jadi Khotib Solat Idul Adha Di MAJT Semarang - Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si. megikuti sholat Idul Adha 1440 H di Masjid Agung Jawa Tengah Semarang, Minggu (11/8) pagi. Dalam ke… Read More
Ucapan Barakallah, Arti, Jawaban dan Penggunaan yang Benar Mungkin Anda sering mendengar ucapan barakallah. Apa arti barakallah, bagaimana penggunaan yang benar dan bagaimana jawaban atau balasannya? Juga apa keutamaan ucapan… Read More
Smile Police

0 comments:
Posting Komentar